Sejarah Singkat Cerita Rekaan

Cerkan Melayu Klasik

Kehidupan sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat. Pemahaman terhadap perkembangan sastra, khususnya sastra Melayu Klasik, harus dihubungkan dengan perkembangan kebudayaan masyarakat pada masa itu. Sementara itu, kehidupan sastra Melayu itu sendiri dapat dikaitkan dengan kesusasteraan rakyat. Selanjutnya, pembahasan sejarah sastra (cerkan) Melayu Klasik berkaitan dengan keberadaan kesusasteraan rakyat tersebut.
Kesusasteraan rakyat adalah sastra yang hidup di tengah-tengah rakyat, dituturkan oleh ibu kepada anaknya yang dalam buaian, dituturkan tukang cerita kepada penduduk-penduduk sekitarnya. Jenis-jenis cerita yang dimaksud, yaitu (1) cerita asal-usul, (2) cerita binatang, (3) cerita jenaka, (4) cerita pelipur lara, dan (5) cerita berbingkai.
Cerita asal-usul adalah cerita yang berisi gambaran kejadian atau peristiwa tentang asal mula suatu tempat atau wilayah geografis, nama suatu tempat atau wilayah, benda, tumbuh-tumbuhan, buah, dan sebagainya. Cerita binatang adalah cerita yang pendek dan sederhana, biasanya dengan tokoh binatang atau benda yang berkelakuan seperti manusia. Cerita jenaka adalah cerita yang lucu atau jenaka yang mengandung perbandingan atau sindiran. Sesuai dengan namanya, cerita pelipur lara ialah cerita yang dipakai untuk menghibur hati yang lara. Cerita untuk menghibur hati yang berduka dan hati yang nestapa. Cerita berbingkai adalah bentuk cerita yang di dalamnya terdapat pula cerita lain, sehingga cerita pertama merupakan bingkai dari cerita kedua, cerita kedua sebagai bingkai cerita ketiga dan seterusnya.


Cerkan Pra-Kemerdekaan

Kesusastraan Indonesia Modern lahir pada sekitar tahun 1920. Penyebutan tahun 1920 sebagai awal perkembangan sastra Indonesia Modern berdasarkan dua hal pokok, yaitu (1) media bahasa yang digunakan, dan (2) corak isi yang ada dalam karya. Penggunaan kata modern pada Sastra Indonesia Modern pada prinsipnya tidak dipertentangkan dengan kata klasik. Kata modern dipergunakan sekedar menunjukkan betapa intensifnya pengaruh Barat pada perkembangan dan kehidupan kesusasteraan pada masa itu.
Perkembangan cerkan dalam sastra Indonesia ditandai dengan terbitnya Azab dan Sengsara karya Merari Siregar dan Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Dengan terbitnya kedua novel tersebut dianggap mulailah masa baru dalam perkembangan sastra Indonesia. Kedua novel tersebut dianggap sebagai bentuk sastra baru yang berbeda dari hasil sastra yang pernah ada dan dikenal sebelumnya. Kedua novel tersebut tidak lagi dapat disebut sebagai suatu hikayat.
Tradisi penulisan cerpen di Indonesia dimulai oleh Mohamad Kasim sekitar tahun 1930-an, pada saat ia menulis cerita pendek untuk majalah Panji Pustaka. M. Kasim menulis cerpen berdasarkan cerita-cerita lucu yang hidup di masyarakat, cerita dari mulut ke mulut dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengetahui bahwa warga masyarakat suka pada cerita-cerita lucu, maka dengan cerita-cerita tersebut orang diajak untuk tertawa. Cerita-cerita lucu tersebut kemudian dikumpulkan dan diterbitkan oleh Balai Pustaka dengan judul Teman Duduk.


Cerkan Paska Kemerdekaan

Persoalan zaman dan kemasyarakatan dari kurun waktu tertentu berpengaruh pada pemilihan tema-tema yang diungkapkan para sastrawan dalam karya-karyanya. Perges¬eran persoalan zaman dan persoalan kemasyarakatan akan menyebabkan pergeseran pemilihan tema. Perkembangan kesusastraan Indonesia, termasuk di dalamnya novel, merupakan suatu proses yang wajar. Dengan kata lain, bagaimanapun hebat dan bervariasinya perkembangan sastra, ia masih tetap merupakan gambaran dan lanjutan dari proses masyarakat yang sedang berubah.
Uraian tentang sejarah cerkan masa pascakemerdekaan dilakukan dengan membahas pengarang dan karyanya, yang dianggap membawa perubahan pada kurun waktu tertentu. Melalui pembahasan terhadap pengarang dan karyanya itu diharapkan dapat diperoleh informasi yang terkait dengan perjalanan dan perkembangan tradisi penulisan cerkan.